Kamu pernah dengar seseorang bilang:
Aku nggak tahu kenapa, tapi aku nggak nyaman sama dia.
Lalu kamu tanya:
Kenapa? Apa yang dia lakukan?
Dan mereka menjawab:
Nggak ada yang salah. Tapi… rasanya nggak nyambung.
Itu branding.
Bukan karena dia salah bicara.
Bukan karena dia tidak profesional.
Bukan karena logonya jelek.
Tapi karena ada celah antara apa yang dia tampilkan, dan apa yang dia rasakan.
Kamu mungkin sudah punya logo yang indah.
Sudah punya warna yang “konsisten”.
Sudah punya font yang elegan.
Sudah punya tagline yang mengalir seperti puisi.
Tapi…
…ketika seseorang mengirim pesan panjang:
Mas, saya mau tanya soal ini… ini… dan ini…
Lalu kamu cuma balas:
Iya, bisa.
…lalu mereka diam. Dan kamu tidak lagi memberi respon balik.
Kamu memang mengirim jawaban. Tapi mereka tidak merasa dijawab.
Kenapa?
Karena dibalik kata itu, tidak ada kamu.
Tidak ada rasa.
Tidak ada napas.
Tidak ada kehadiran.
Branding bukan tentang apa yang kamu tunjukkan.
Branding adalah: apa yang tersisa di hati orang setelah mereka berinteraksi denganmu
bahkan jika itu hanya dua kalimat.
Kalau kamu berbicara dengan semangat, tapi jawabanmu datar,
orang akan merasa: Dia cuma menjalankan tugas.
Kalau kamu punya visi besar, tapi cara kamu menanggapi keluhan terdengar seperti robot,
orang akan merasa: Dia nggak peduli.
Kalau kamu bilang “kami peduli”, tapi kamu nggak pernah ingat nama mereka,
orang akan merasa: Itu cuma kata-kata.
Kamu tidak perlu jadi sempurna.
Tapi kamu harus jadi utuh.
Karena branding sejati bukan sesuatu yang kamu pasang.
Ia adalah sesuatu yang kamu hidupi sampai ke detil terkecil.